Sabtu, 08 Juni 2013

tugas softskill contoh kasus pelanggaran perlindungan konsumen

Contoh Kasus
Meski memiliki kewenangan dalam memutuskan sengketa antara konsumen dengan penyedia jasa atau barang, BPSK mengambil putusan secara proporsional dengan berdasarkan pada UUPK. Contoh, ada konsumen yang mengadukan produk roti kepada BPSK. Konsumen tersebut menuntut ganti rugi hingga Rp 250 juta. Saat perkara itu disidangkan oleh Majelis Hakim BPSK, pengusaha roti hanya dijatuhi putusan mengganti rugi roti yang telah dibeli konsumen seharga Rp 5.000,00. Anggota BPSK yang menangani kasus roti tersebut, konsumen membeli roti yang diobral karena akan kedaluwarsa keesokan harinya. Memang saat itu pihak penjual memajang roti dengan harga agak tinggi untuk yang masih panjang masa konsumsinya dan harga obral untuk roti yang kedaluwarsa.
Pihak penjual berupaya melakukan jalan damai dengan sang konsumen dengan memberikan ganti rugi dan sebentuk bingkisan, namun pihak konsumen menolak langkah itu dan memilih menggugat produsen roti termasuk mengajukan tuntutan ganti rugi senilai Rp 250 juta.
Setelah persoalan itu ditangani BPSK, putusannya adalah mengganti roti yang telah dibeli konsumen dengan roti sejenis yang masa kedaluwarsanya masih panjang .
Penyelesaian
Penyelesaian sengketa konsumen dilakukan dalam bentuk kesepakatan yang dibuat dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa, yang dikuatkan dalam bentuk keputusan BPSK (SK No. 350/MPP/Kep/12/2000 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen pasal 6). Putusan yang dikeluarkan BPSK dapat berupa perdamaian, gugatan ditolak, atau gugatan dikabulkan. Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam amar putusan ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha, berupa pemenuhan ganti rugi dan atau sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00 (Pasal 40)
Contoh Kasus
Meski memiliki kewenangan dalam memutuskan sengketa antara konsumen dengan penyedia jasa atau barang, BPSK mengambil putusan secara proporsional dengan berdasarkan pada UUPK. Contoh, ada konsumen yang mengadukan produk roti kepada BPSK. Konsumen tersebut menuntut ganti rugi hingga Rp 250 juta. Saat perkara itu disidangkan oleh Majelis Hakim BPSK, pengusaha roti hanya dijatuhi putusan mengganti rugi roti yang telah dibeli konsumen seharga Rp 5.000,00. Anggota BPSK yang menangani kasus roti tersebut, konsumen membeli roti yang diobral karena akan kedaluwarsa keesokan harinya. Memang saat itu pihak penjual memajang roti dengan harga agak tinggi untuk yang masih panjang masa konsumsinya dan harga obral untuk roti yang kedaluwarsa.
Pihak penjual berupaya melakukan jalan damai dengan sang konsumen dengan memberikan ganti rugi dan sebentuk bingkisan, namun pihak konsumen menolak langkah itu dan memilih menggugat produsen roti termasuk mengajukan tuntutan ganti rugi senilai Rp 250 juta.
Setelah persoalan itu ditangani BPSK, putusannya adalah mengganti roti yang telah dibeli konsumen dengan roti sejenis yang masa kedaluwarsanya masih panjang .
Contoh lain adalah penarikan paksa kendaraan oleh perusahaan anjak piutang (leasing) yang pembayaran cicilannya terlambat beberapa bulan. Konsumen bisa mengadu ke BPSK karena pihak leasing tidak berhak menarik paksa kendaraan. Aparat yang berwenang menarik atau menyita barang adalah juru sita atau polisi yang dikuatkan dengan putusan hukum. Kasus yang pernah diselesaikan dalam kaitan tunggakan kredit kendaraan bermotor, yaitu mobil diambil kembali, sementara uang cicilan yang sudah dibayar konsumen dikembalikan dipotong biaya administrasi.
Batas waktu pengaduan
Tidak semua kasus bisa diselesaikan, terutama untuk kasus yang dilaporkan lewat dari empat tahun sejak tanggal transaksi. Semisal konsumen yang membeli perhiasan emas, belakangan diketahui tidak seluruh perhiasan itu terbuat dari emas. Pada bagian dalam perhiasan itu terbuat dari logam biasa, namun konsumen membayar seluruh berat perhiasan itu dalam hitungan harga emas. Pengaduan konsumen itu telah lewat dari empat tahun sejak dia membeli perhiasan tersebut. Maka dia tidak dapat mengadukannya ke BPSK.
Selanjutnya sebagai percontohan maka dibentuklah BPSK di 10 kota besar melalui Keputusan Presiden No. 90 Tahun 2001 tentang Pembentukan BPSK Pada Pemerintahan Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang dan Kota Makassar (Pasal 1 Keputusan Presiden No. 90 Tahun 2001). Dalam Kepres tersebut juga disebutkan bahwa biaya pelaksanaan tugas dan operasional BPSK dibebankan kepada APBN dan APBD(Pasal 1 Keputusan Presiden No. 90 Tahun 2001).
Dengan adanya UU PK dan didukung oleh keberadaan BPSK harusnya konsumen makin sadar akan hak-haknya.
UU PK telah mengatur parameter yang terlarang dilakukan oleh pelaku usaha antara lain :
1. Barang tidak sesuai standar
2. Info yang mengelabui konsumen
3. Cara menjual yang merugikan
4. Klausula Baku dari sebuah perjanjian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar